Sabtu, 22 Oktober 2022

, , , ,

Jourlita #2

Gue pernah lagi buka Twitter salah satu akun menfess yang tiba-tiba tweetnya tentang isi perpustakaan dia, terus si sender minta rekomendasiin mana yang harus dia baca duluan? Awalnya gue biasa sih lihat tweetnya, gak begitu tertarik sampai gue lihat ternyata salah satu cerita di perpustakaannya itu ada cerita gue juga.

Jelas gue harus senang dong karena akhirnya cerita gue ada di menfess, tapi ternyata gak semenyenangkan yang gue duga pas gue lihat reply tweetnya. Gue pikir setidaknya ada satu aja yang rekomendasiin cerita gue untuk dibaca sesuai dengan permintaan si sender, cuma sayangnya nggak ada satu reply pun yang sebut judul cerita gue.

Gak ada satu pun dari mereka yang rekomendasikan cerita gue buat dibaca. Hal sepele yang gak se-sepele itu buat gue. Malah kalau dirasain dan dipikirin lagi jadi kayak ... bikin sakit hati.

Gue tau pembaca cerita gue gak banyak, cuma maksudnya gak ada satu aja orang yang buat gue merasa kalau cerita gue ada lho, wajib dan layak dibaca.

Continue reading Jourlita #2

Jumat, 21 Oktober 2022

, , , ,

Jourlita #1

Minggu ini gue merasa mau nangis sepanjang hari dan setiap hari. Mencoba lupain kegagalan yang baru gue terima minggu ini. Mencoba gak peduli dan gak mau pikirin tentang itu, tapi ternyata gak bisa. Sialan, ternyata gak bisa. Air mata gue tetap keluar dan rasa sedihnya udah kayak menusuk hati gue banget.

Gue nulis cerita sejak tahun lalu. Gue udah mempersiapkan segala hal untuk nulis cerita itu. Untuk menyelesaikan cerita itu dengan harapan gue menang sebuah penghargaan. Gue pikir, gue pikir gue akan menang. Tapi ternyata, minggu ini gue harus menerima kenyataan semua cerita gue gak menang.

Sepanjang tahun 2022 gue merasa gak punya progres nulis yang bagus. Cerita gue memang banyak yang selesai. Tapi gak ada yang menghasilkan apa-apa. Yang baca sedikit, berharap ada penerbit yang tawarin terbit juga mustahil, apalagi sampai jadi best seller dan difilmkan atau diserialkan.

Gue merasa ... gue teramat sangat jauh untuk mencapai itu.

Gue melihat teman-teman penulis yang lain atau mungkin penulis yang gak gue kenal, gue merasa buat dapat rezeki itu kayak mudah banget. Buat mencapai mimpi-mimpi yang gue mau terasa sangat cepat buat mereka capai. Tapi kenapa gue gak pernah dipermudah? Kenapa gue gak pernah dikasih sebanyak yang penulis lain dapetin?

Gue pikir karier menulis gue akan membaik dan terus naik setiap tahun, tapi gue malah merasa semuanya makin sakit buat dilihat dan diterima.

Continue reading Jourlita #1